Senin, 31 Oktober 2011

Kisah Inspiratif di Chicken Soup for the Soul

Salah satu buku favorit saya adalah seri Chicken Soup for the Soul. Saya terdorong membeli dan membaca Chicken Soup for the Soul setelah membaca tulisan di koran Republika pada kolom Catatan Media yang ditulis oleh Bang Ade Armando atau Mba Nina Armando. Pastinya saya sudah lupa.

Buku Chicken Soup for the Soul awalnya ditulis oleh dua orang penulis ternama Jack Canfield dan Mark Viktor Hansen. Pada perkembangan berikutnya Jack Canfield dan Mark Victor Hunsen menggandeng beberapa penulis lain untuk bermitra dengan mereka. Saya suka karena dalam buku tersebut banyak menemukan kisah-kisah isnpiratif. Kisah-kisah itu sering membuat saya termotivasi untuk bekerja keras, berbuat baik juga untuk mensyukuri hidup.

Salah satu kisah yang sering saya baca ulang adalah tulisan berjudul Maskotku. Kisah itu terdapat dalam A Cup of Chicken Soup for the Soul. Bentuk bukunya kecil dan berwarna merah. Di buku tersebut Jack Canfield dan Mark Victor Hunsen menulis bersama dengan Barry Spilchuk. Inspirasi yang saya dapat dari kisah tersebut adalah tentang syukur dan keluh kesah.

Tulisan itu berkisah tentang seorang dokter yang telah pensiun tapi tetap aktif. Namun pada usia 89 tahun dokter tersebut harus diamputasi. Dokter tersebut shock, karena tidak mudah menerima kenyataan akan berkaki satu dan akan selalu berkursi roda, sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang gadis kecil berusia enam tahun, cucu seorang sahabatnya.

Dokter tersebut bertemu pertama kali saat anak tersebut menjenguknya. Sesaat setelah anak tersebut masuk ruangan, dia memandangi dokter tersebut. Kemudian pandangannya tertuju pada kaki celana dokter yang terlipat di kursi roda. Dengan polos anak itu bertanya. "Mana prostesismu?" Mendengar pertanyaan tersebut dokter merasa heran, kok anak sekecil itu mengenal istilah tersebut. Melihat keheranan orang yang dia tanya, anak tersebut lantas mengangkat kakinya dan menunjukkan kaki palsu yang dia gunakan.

Tanpa disuruh lantas anak tersebut bercerita. Saat usianya tiga tahun ada perampok masuk ke rumahnya. Perampok itu membunuh adikknya yang baru berusia 17 bulan dan membacok kakinya hingga putus. Dokter tertegun mendengar cerita tersebut. Terutama sikap anak itu menghadapi kenyataan berkaki satu. Berjalan dengan ceria dan tetap semangat menikmati hidupnya. Menyingkirkan rintangan yang mungkin ada di hadapannya.

Sikap itu membuatnya sadar bahwa dia tidak boleh berkeluh kesah, justru seharusnya bersyukur karena telah menikmati hidup selama 88 tahun dengan anggota badan yang lengkap. Sejak itu sikap dokter berubah. Di beberapa kesempatan dokter itu selalu memperkenalkan anak tersebut kepada orang lain bahwa anak itu adalah maskotnya. Anak itupun bangga, telah menolong seorang yang telah lanjut usia.

Mudah-mudahan pelajaran yang sama teman-teman dapatkan dari kisah tersebut, atau dari kisah-kisah yang lain.

Terima Kasih

Klik untuk tulisan lain
Mug Cantik
Bingkisan Ulang Tahun
Aksi Mahasiswa UI Menjadi Sesuatu Danget Deh...
Ucapkan Selamat Ulang Tahun dan Doa dengan lagu
Silahkan di-share kalau Anda mendapat sesuatu dari tulisan ini dengan mengklik logo FB, Twitter, Blog atau Email di bawah tulisan ini.

Terima Kasih
Warsa Tarsono
www.wtarsono.blogspot.com
wtarsono@yahoo.com
FB. Warsa Tarsono
Twitter : @wtarsono
HP: 0818 995 214

Tidak ada komentar:

Posting Komentar